Semua berawal dari
sebuah novel bestseller “Ayat-ayat
cinta” karya dari Habiburahman El Shirazy atau lebih akrab disapa Kang Abik,
yang disebut-sebut sebagai the next
Buya Hamka ini. Novel yang sebenarnya sudah cukup lama terbit ini, tapi aku
baru tahu itu novel waktu zaman-zaman awal kuliah dulu. Aku tahu novel itu dari
seorang teman perempuan yang nge-kost tak jauh dari rumahku. Waktu itu kami
pernah saling tukar pinjam novel. Karna penasaran dengan novel Ayat ayat cinta
tersebut, aku memutuskan mencari novel tersebut di perpustakaan kampus. Dan
ternyata kutemukan di sebuah rak buku yang letaknya agak dibelakang. Seingatku
ada lima atau empat eksemplar novel ayat ayat cinta terletak di rak tersebut.
Tanpa berfikir panjang aku memutuskan meminjam novel tersebut. Oleh karena
pihak perpustakaan kampus hanya membolehkan meminjam buku Cuma selama 7 hari,
dan itu sudah sesuai standar baku peminjaman diperpustakaan kampus dimanapun.
Tak apalah 7 hari, fikirku. Kalaupun aku tak bisa menyelesaikan membaca novel
ini selama durasi 7 hari tersebut, toh aku bisa memperpanjang jangka
peminjamannya kembali. Ternyata diluar dugaanku sebelumnya, aku hanya
membutuhkan waktu selama dua hari untuk melahap ratusan lembar dari novel
tersebut. Dan sungguh luar biasa, aku jatuh cinta dengan jalan ceritanya.
Selama membaca novel tersebut aku serasa tersedot oleh sebuah pusaran yang
seolah menarikku ke dimensi tempat dimana tokoh utama dari novel tersebut
bernaung. Dan lama kelamaan aku seakan-akan menjadi seorang fahri(tokoh utama
dalam novel tersebut). Novel ini seolah-seolah membuat aku membaca kisah
kehidupanku sendiri. Aku kira penulisnya berhasil membangun karakteristik
seorang fahri dengan begitu kuatnya. Buktinya adalah aku sendiri, aku merasa
seperti menjadi seorang fahri dalam cerita novel tersebut. Alur ceritanya yang
mengalir, pengambaran dari setiap sudut kota mesir yang di imajinasikan lewat
tulisan, diceritakan dengan sangat detail. Tak hanya tokoh utamanya,
tokoh-tokoh lainnya dalam novel tersebut punya karakter yang begitu kuat, tidak
terkesan sebagai tokoh pelengkap saja. Ditambah novel ini bernuansa islami, tak
salah jika novel ini di labeli sebagai novel pembanguna jiwa. Terlepas dari
setiap kontra yang ada, yang menyudutkan tokoh utamanya fahri, sebagai tokoh
yang terlalu sempurna, alias tidak manusiawi sekali. Aku rasa sah-sah saja
penulisnya ingin menciptakan tokoh seperti fahri, karna menurut pengakuan
penulisnya, setiap novel yang ia buat adalah hasil tadabur saat mendalami
sebuah ayat di al-qur’an. Begitu juga dengan tokoh fahri dalam novel ayat ayat
cinta tersebut, penulisnya sengaja menciptakan tokoh seperti itu, karna ia
ingin menjadikan seorang fahri sebagai al-qur’an yang berjalan. Tidak ada
salahnya dengan semua itu, jika niat dan tujuannya untuk kebaikan. Dan sebuah
fakta dariku, ayat ayat cinta adalah novel pertama yang aku baca sampa tamat.
Dan semenjak aku selesai membaca ayat ayat cinta tersebut, saat itulah hobiku
membaca novel seperti tidak terhentikan. Aku jadi hobi membaca novel, apalagi
novel-novel yang mengajak kepada kebaikan. Dan tanpa terasa, diam-diam aku
menyematkan satu impian disudut relung hatiku, suatu saat aku ingin jadi
seorang penulis. Aku ingin menerbitkan sebuah karya. Dan lewat karya-karya
tersebut aku ingin menebar kebaikan kepada setiap orang yang membaca novelku.
Kelak. Insya Allah. Amiin :))
20/5/2013. tanjung
pinang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar