Minggu, 31 Agustus 2014

Sepenuh Cinta, Segenap Jiwa

Menanti petang berlalu, menunggu datangnya senja, kita duduk berdua di pematang sawah di belakang rumah, menatap ilalang-ilalang yang di sapuh cahaya matahari jingga, tetapi senyummu tak kalah binar, gerai rambut panjang hitammu sesekali helainya menyentuh pipiku, memberi nuansa tersendiri untukku.

Lalu tiba-tiba kau merebahkan kepala di pundak kiriku, dan aku serasa terjaga dari tidur panjang sekian lama, semua elemen-elemen cinta yang pernah padam menyiratkan gelegak tersirat dari dalam alirah darahku, aku terjaga dari mati suri mencintai sebuah hati.

Betapa kedatanganku dari penghujung dunia yang menyentak batinku, kini telah terobati oleh ketulusan senyum yang kau beri, dan aku merasa ada di sebuah dimensi kegelapan, menemukan setitik cahaya yang seperti menari-nari di pelupuk mataku dan merambat ke aliran darahku, serta menghangatkan saraf-saraf rindu yang pernah membeku sekian tahun silam.

Dan kau nyata ada di depanku, menyambutku penuh kehangatan di bandara kota kita di awal kepulanganku, dan lebih membuat kau tersentak, kau kini menyandarkan kepalamu di pundakku, aku melayang, seperti meniti titian senja, bersamamu mengarak kereta kencana cinta, dan ingin ku beritahukan seisi dunia, seakan-akan pun langit menyambut dengan ribuan larik pelangi jingga, menembus perkiraan batasan warna, rasa, dan karsa.

Duhai, kankah ada cinta di dalamnya, mengalirinya hingga ke khazanah jiwa.

Izinkan aku mengenalinya, mengecupnya, mencumbunya serta menjaganya dengan sepenuh cinta dan segenap jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar