Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.“AKU adalah khazanah terpendam; Aku cinta (hubb) dikenal, maka Aku ciptakan makhluk.” (Hadits Qudsi)
Karena cinta Ilahi (divine love), alam semesta hadir, demikianlah pada awalnya kita harus memandang “cinta”. Tanpa cinta segenap petala langit dan bumi akan lenyap binasa. Daya ini merayap menuruni lereng penciptaan dan manifestasi Ilahi, mulai dari martabat yang tertinggi hingga yang paling kasar (alam materi), dan merasukinya tanpa kecuali.
“Cintalah yang membuat engkau hadir, Nak,” seperti diceritakan orang tua kita ketika awalnya mereka memadu kasih. Tapi, tidak! Bukan karena cinta diantara mereka kita ada; tetapi Tuhan-lah yang sedang berkata-kata.
Meskipun segala sesuatu di dunia fana ini akan mati, tetapi tunas-tunas baru hadir dan hadir lagi dari keperadaannya yang tanpa bentuk; sebagai kreasi dari cinta Tuhan.
Barangkali ada orang berkata: “Tuhan telah mengambil orang yang kukasihi.” Itu karena engkau berpikir bahwa dialah satu-satunya kekasihmu dan engkau adalah orang yang mencintainya; padahal cinta Tuhan meliputi segala sesuatu dan cinta-Nya itu lebih besar dari yang engkau miliki.
Seperti pernah ketika Tuhan mengutus Malaikat Izrail kepada Nabi Ibrahim ketika ajalnya sudah dekat. Maka Izrail pun datang kepada Nabi Ibrahim dan memberitahukan perihal tersebut. Namun Nabi Ibrahim berkata, “Sampaikan kepada Kekasihku, apakah seorang kekasih tega mencabut nyawa kekasihnya?”
Malaikat Izrail kembali dan menyampaikan pesan tersebut. Dia yang Mahakasih pun menjawab: “Katakan kepadanya,” kepada malaikat Izrail, “apakah seorang kekasih tidak rindu untuk bertemu kekasihnya?”
Cerita itu sungguh memikat!
Bagi kaum Kristiani: “Tuhan adalah Kasih; Tuhan adalah Cinta”, gagasan yang muncul dalam segenap aspek kehidupan keberagamaan umatnya. Ini merupakan tema utama yang dibawakan dalam Injil dan juga secara utuh dimanifestasikan oleh Isa putra Maryam, seperti sering dikatakan bahwa Isa Al-Masih merupakan perwujudan Kasih Tuhan di muka bumi. Sabdanya: “Meskipun saya dapat berbicara dengan bahasa-bahasa manusia bahkan bahasa malaikat sekalipun, namun bila saya tidak memiliki kasih maka saya hanya seperti gong yang berdengung atau genta yang gemerincing”. Al-Masih pun berkata pada akhirnya tinggallah tiga hal yang berguna (dalam mengenal Tuhan): “faith, hope and love; but the greatest one is love” (Korintus 1, 13).
“Sesungguhnya tak pernah seorang kekasih mencari tanpa dicari oleh kekasihnya. Apabila kilat Cinta telah menyambar di hati ini, ketahuilah bahwa ada kilat Cinta di Hati yang lain”, demikian Jalaluddin Rumi.
Cinta itulah dari mana kita mekar bagai bunga pada titik penciptaan; cinta pula jalan pulang setiap makhluk. Cinta pula yang menciptakan hasrat Zulaikha akan Yusuf. Hingga akhirnya diceritakan tatkala Yusuf telah menjadi Wazir dari Fir’aun, teman dekatnya, dan merupakan orang terkuat kedua di negara tersebut. Sementara Zulaikha telah dicampakkan oleh suaminya dan kini menjalani hidup sengsara.
Suatu hari, Yusuf bertemu dengan Zulaikha di jalan. Ia mengenakan jubah wazir yang mewah, mengendarai kuda yang indah, dikelilingi para penasihat dan pengawal pribadinya. Sedangkan Zulaikha sendiri berpakaian lusuh, kecantikannya pudar seiring dengan cobaan hidup yang telah dideritanya sekian lama. Yusuf berkata: “Wahai Zulaikha, sebelum ini, ketika engkau ingin menikahiku, aku terpaksa menolakmu. Ketika itu engkau adalah istri dari tuanku. Kini engkau telah bebas dan aku pun bukan lagi seorang budak. Jika engkau mau, aku akan menikahimu sekarang.”
Zulaikha menatap bening dan lantas berkata,”Tidak Yusuf. Cintaku yang mendalam kepadamu dahulu itu tidaklah lain dari sebuah hijab antara aku dan Sang Kekasih. Aku telah merobek tirai itu dan menyampakkannya. Kini setelah kutemukan Kekasih Sejatiku, tidak lagi aku membutuhkan cintamu.”
Cinta—yang telah merasuki setiap benih ciptaan—merupakan ‘dewa’ dari Tuhan untuk menarik makhluk, khususnya manusia, untuk berpaling kepada-Nya.
Sekali meminum ‘air’ cinta itu kita akan senantiasa selalu dahaga hingga kita temukan Objek Cinta yang Abadi. []
Oleh: Zaenal M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar