Senin, 17 Juni 2013
Lelaki Senja ...
Lelaki bernama senja itu masih berdiri getir, menatap ke barat daya tempat matahari terbenam. Ditepi pantai, diatas bebatuan besar ia tengah berdiri menatapi serpihan sisa-sisa cahaya matahari yang berkilauan seperti mencium riak lautan. Dan omba-ombak yang membuih ditepian seolah seperti sedang cemburu karena tidak mendapati kemesraan bersama sepuhan sinar matahari itu yang bernama cahaya senja. Lelaki senja itu menghelak nafas sejenak, memperbaiki posisi topinya yang baru saja digaduh angin yang bergerak nakal. Kedua tangannya mengisi penuh kedua saku dibelakang celana jeans hitamnnya. Engah apa yang sedang ia fikirkan, ia seperti menikmati kedalaman suasan senja yang seakan membawanya pada dimensi yang tak terjamah perasaan orang kebanyakan. Persisnya, hanyala dialah yang tahu apa isi hati dan fikirannya sekarang. Ia seperti tidak memedulikan keriuhan sepasang kekasih yang tengah memadu cinta di atas bebatuan tidak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. Ia seperti menikmati melankolis senja yang diam-diam ia senandungkan dalam lubuk hatinya. Bahkan ia tak peduli sedikitpun pada berpasang-pasang burung camar yang tengah menggeliat terbang dan ingin segera pulang ke sarangnya. Lelaki senja itu tiba-tiba memejamkan kedua matanya, ia seperti mengucap pelan, tapi entah apa. Eh tunggu ... Ia seperti melafazkan sebuah nama, berkali-kali. Sepertinya angin laut mendengar semua itu. Ah... benar ia tengah menggumamkan dengan nada bergetar sebuah nama. Laras... Laras... Laras... begitu ia gumamkan berkali-kali. Ah .. siapa pula Laras itu? Cukup, tidak cukup waktu membahasnya disini, tentang siapa itu Laras. Entah butuh senja yang berapa lagi agar gadis yang ia sebutkan tadi, tiba-tiba muncul dari arah matahari terbenam, kemudian menyapanya dan tersenyum kecil beserta kedua lesung dipipinya dan berkata mesra : " Bar, sudah berapa lama kau menungguku disini?".
*coming soon
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar