Jumat, 09 Mei 2014

Sesuatu yang datang dari hati

semalam, kita akhiri percakapan dengan perasaan gantung
persis seperti terpidana hukuman mati, gantung
ganjil rasanya jika kepala mesti digantung
dan mengakhiri hidup di tiang gantungan
tapi ini bukan tentang kematian
tapi tentang penyesalan
ketidak-enakkan
rasa bersalah dan perminta-maaffan

semalam, kita akhiri percakapan dengan rasa tidak enak dihati
semula mengobrol ria
penuh canda
kau mencoba membaca kepribadian lewat goresan tanganku
pada sebuah foto berisi tanda tanganku
yang entah kau temukan dimana,
kau bilang menemukannya di aplikasi WA
ah, iya, terakhir kali aku memakai WA memang menggunakan poto tersebut
dan aku kaget kau menemukannya

semalam, kau pamit dengan cara yang tidak biasanya
dan itu aku baca lewat sebuah ketidaknyamanan didalam hati
mungkin kau marah padaku,
kecewa padaku,
atau,
ah, aku tidak ingin terlalu berspekulasi

maafkan aku,
sisa kejadian semalam aku anggap salahku
anggap ini cacatku dan aku terima
aku hanya ingin meminta maaf
itu saja, dan itu dari hati
dan aku berjanji tidak akan mengulanginya


" Aku sayangi kamu, lebih dari sekedar formalitas belaka, fisik belaka, ataupun tampilan semata. Dengan atau tanpa jilbab kau tetaplah kekasihku, dan itu tak mengurangi atau menambah nilai dan kadarnya. takarannya akan tetap sama saja. perkara tampilan hanya menjadi penghias belaka bagi pandanga mata yang memang cenderung suka dengan yang indah-indah. aku mencintaimu dari dalam hati, dan aku memandang ke hatimu, kebaikanmu, kebijakanmu, ketulusanmu, budi pekertimu, kelembutanmu sebagai seorang perempuan. dan bukankah cinta TUHAN kepada hambanya juga begitu, Tuhan tidak memandang tampilan luar, tapi Tuhan hanya memandang kepada hati hambanya yang bertakwa, selalu berdzikir kepadaNya sepanjang waktu, pagi, siang dan malam, dimanapun berada. Bukankah itu adalah puncak tertinggi dari realitas cinta sesungguhnya, dan sudah seharusnya itu menjadi manifesto bagi kita para hambany, para pencinta didunia. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar