Rabu, 20 Agustus 2014

Pelacur Diri

merangkai sepi menjalin mimpi-mimpi
seperti kau dengar kidung-kidung sepi
atau kau baca bait demi bait sunyi
dan terkadang kita lupa cara mendekap arti
mungkin saja kita terlalu larut dalam ilusi
api-api yang membakar makna diri
sudah kadung terlanjur menyesali
apalah daya kita semakin jatuh diri
hanya kepadaNya kita berpasrah diri
kembali atau tidak sama sekali
beranikah kita mengambil jalan gantung diri
didalam bilik-bilik sepi
sanggupkah kita memutus haluanNya
sedangkan kita hanya manusia biasa
oh tidak, aku tidak ingin terlalu jauh menghakimi
aku lebih baik mati
daripada tidak sama sekali menemukan jati diri
diantara rerongsokan kepongahan harga diri
apalah arti kita menjual diri
hanya demi sebatang halusinasi
berbisik kita memantik nyala lilin yang semakin mengecil
apakah kita sekedar titik apinya
atau esok lusa kita meleleh serupa batangnya
namun terkadang sumbunya kembali membakar alibi
hingga kita terbakar dan terbakar lagi
entah sampai kapan kembali padam diam
menekuk lutut merinai mata saga
mengungkum sunyi melipat hari
hingga esok pagi matahari seperti bernyanyi
ucapkan selamat tinggal pada hari-demi-hari
kala sajak-sajak tiada berpenghuni
sejak mereka berpulang ke kampung puisi
dimana elegi tak lagi mengamini
ataukah kita hanya korban-korban dari keganasan nasib ini, kekasih?

(18 Agustus 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar